Kampus Gajah: Tempat Mencari Warna Diri

Rahmah K. Nurdini
3 min readAug 14, 2020

--

Inilah sebuah potret perjalanan seorang mahasiswa rantau, yang tinggal bersama warna-warni pelangi kehidupan masa depan.

Dokumentasi Pribadi

Selama satu tahun berkuliah di ITB, aku mendapatkan banyak hal. Matematika, Fisika, Kimia, jelas. Aku, dan teman-temanku mungkin sudah bisa menyelesaikan persamaan orde dua ataupun menghitung besar energi yang dilepaskan oleh sebuah elektron. Tapi, masih banyak hal lainnya yang jauh lebih menarik.

Trying out every rides in the campus

Banyak sekali kegiatan yang ada di Kampus Gajah ini. You can choose anything that you want to do. Dua belas purnama, waktu yang tepat untuk mencari minat dan bakat yang ada di dalam diri kita. Kalaupun belum ada bayangan, trial and error bisa jadi solusinya. Akan ada banyak kepanitiaan yang melakukan open recruitment. Mau belajar mengatur keberjalanan acara? Masuk Divisi EO. Mau belajar membuat konsep dan strategi? Masuk Divisi Materi dan Metode. Mau belajar mencari pendanaan? Masuk Divisi Sponsorship.

And there are many other rides that will impress you.

Di saat kalian sedang asyik mencari sebuah pengalaman, pasti akan datang tantangan. I was facing that too. Terjebak di Divisi Fundraising — divisi yang paling aku hindari seumur hidupku. But then, I remember why I started.

I want to challenge myself! Haha. Aku ingin memberi diriku tantangan, tapi aku malah kewalahan.

Dari kejadian ini, I’ve learned a lot. Aku belajar untuk tidak patah semangat ketika jualanku masih banyak. Aku belajar untuk berani berbicara di depan teman-teman. Aku pun belajar untuk berbagi (karena pada akhirnya daganganku sering tidak habis). It was a difficult moment (for me, I know some people might love doing fundraising). Tapi aku tidak menyesal. Aku hanya, tidak ingin masuk ke divisi itu lagi. Sudah cukup coba-cobanya.

Thousand stars to see

Banyak sekali orang-orang hebat yang aku temui di ITB. Mereka, bercahaya di jalan mereka masing-masing. Dan aku, berkesempatan untuk berbincang dengan beberapa dari mereka melalui unitku, Boulevard. Di Boulevard, aku mendapat kesempatan untuk mewawancarai beberapa ketua kegiatan terpusat di ITB, seperti Ketua Parade Wisuda Oktober, Ketua Pemilu Raya KM ITB, dan Majelis Wali Amanat-Wakil Mahasiswa. Aku sadar, kesempatan ini belum tentu bisa didapatkan oleh semua orang. Terutama, seorang mahasiswa tingkat satu sepertiku. Di sini, aku belajar bahwa,

Agar bisa bersinar, kita harus memancarkan cahaya yang ada di dalam diri kita sendiri

If you already know what you love and what are you good at, tanpa ragu-ragu, asah terus potensi kalian dengan semangat yang menggebu-gebu.

I failed a lot, and that’s totally fine

Ketika berjuang, sangat mungkin bagi kita untuk menemui sesuatu yang bernama kegagalan. Aku pun begitu. Satu tahun, lima kali. Lima kali aku mengajukan aplikasi beasiswa, pun lima kali aku ditolak. Sedih? Pasti. Merasa sia-sia? Tentu saja.

Lalu aku menyadari, sebenarnya, apakah aku memang pantas dan berhak mendapatkannya? Aku terlalu naif sebelum itu. Mengira, semua yang sudah aku usahakan sungguh-sungguh, tidak akan mungkin membuatku jatuh. Akhirnya, aku sadar, sesungguhnya,

It was not a failure. I succeed fighting against my fear.

Kegagalan adalah ketika aku tidak berani memulai perjuanganku dan tidak berani menghadapi segala risiko yang akan aku terima. Kegagalan bukanlah ketika aku belum bisa mendapatkan apa yang aku inginkan.

New challenges are waiting!

Ketika kita berhasil menyelesaikan sebuah tantangan, itu berarti, tantangan yang lebih hebat sudah siap untuk kita hadapi. Life is a game, so level up!

--

--

Rahmah K. Nurdini
Rahmah K. Nurdini

Written by Rahmah K. Nurdini

Letting my words speak louder than my mouth here.

No responses yet